mogok kerja merupakan hak dasar buruh dan seharusnya tidak mesti diatur dengan ketat oleh negara, papar pakar hukum perburuhan universitas gadjah mada, ari hermawan.
boleh diberikan prosedur di mengerjakan mogok. tapi, jangan kemudian aturan tersebut terlalu ketat makanya malah menyulitkan aksi terealisasi, ujarnya dalam diskusi bertajuk menyongsong hari buruh pada universitas gadjah mada (ugm), yogyakarta, jumat.
dia mengatakan aksi mogok adalah bagian dari hak berserikat dan terakomodasi di konferensi organisasi buruh internasional (ilo), dan kemudian serta sudah diratifikasi oleh indonesia.
mogok kerja juga sudah tercantum selama pasal 1 angka 23 undang-undang (uu) nomor 13 tahun 2003 perihal ketenagakerjaan.
Informasi Lainnya:
dia mengatakan aksi mogok adalah upaya dari pihak buruh supaya melaksanakan persoalan akibat gagalnya perundingan awal dan sudah ditempuh dengan pihak pengusaha.
pemerintah dan penduduk luas jangan terus memandang dari sisi mogoknya. namun harus melihat ke belakang hal bagaimana yang tak tercapai oleh kaum buruh tersebut,ujarnya.
sementara itu, menurut dia, biarpun hak mogok kerja buruh sudah diratifikasi, dia menilai prosedur dan diberlakukan masih begitu sulit untuk dipenuhi bagian buruh.
dia menyebutkan persyaratan dan baru memberatkan itu antara lain harus menyerahkan surat dan mencantumkan waktu mulai juga berakhir penampilan mogok itu.
padahal, menurut dia masa berakhir mogok tidak bisa segera diputuskan sebab bergantung di proses negosiasi serta penyelesaian yang dituntut antara buruh serta pengusaha.
selain itu, pada aksi mogok juga tujuh hari sebelumnya buruh diharuskan menyerahkan nama koordinator. berdasarkan dia, hal itu rentan terjadinya intimidasi daripada pihak pengusaha agar melemahkan proses penampilan tersebut.
kalau koordinator mogok disukai, banyak kemungkinan diintimidasi ataupun dilemahkan untuk melakukan penampilan itu,ujarnya.
sementara tersebut, menurut sekjen aliansi buruh yogyakarta (aby) kirnadi, dalam kesempatan yang sama menyampaikan penampilan mogok dilakukan sebagai upaya perbaikan seluruh persoalan perburuhan.
hal tersebut, berdasarkan dia, seharusnya dapat disikapi positif oleh jajaran pemerintah untuk wujud penyeimbang hubungan pengusaha melalui para buruh.
dalam konteks ini, buruh hendak menunjukkan kiranya betapapun besarnya modal dan disediakan pengusaha, tetapi tidak peran buruh juga tidak memiliki arti apa-apa,ujarnya.